Suasana Rakor Teknis Pokja IDI NTB di Mataram, Rabu (20/11/2019). |
Mataram, Kiprah.Berita11.com— Sebagaimana paparan BPS, Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) NTB
tahun 2018 berada pada level 73,63. Angka tersebut 2,41 poin dibandingkan IDI tahun
2017 yang mencapai 76,04. Capaian kinerja demokrasi Indonesia di NTB tersebut
masih berada pada kategori sedang.
Padahal IDI
menjadi tolok ukur untuk melihat keamanan sebuah wilayah. IDI menjadi rujukan
dalam menarik investor untuk berinvestasi di daerah. Hal itu membuat IDI
penting dan belum banyak pihak yang memahaminya.
Demikian diungkapkan
Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Mataram, Dr Kadri M.Si saat mengikuti rapat
koordinasi teknis Pokja IDI NTB yang diselenggarakan Badan Kesatuan Bangsa dan
Politik Dalam Negeri (Bakesbangpoldagri) Provinsi NTB di Hotel Madani Mataram,
Rabu (20/11/2019).
Dikatakannya,
pemerintah daerah jangan melihat IDI hanya berkaitan dengan urusan politik
saja. Namun banyak hal yang penting dari riset dan laporan IDI. Termasuk di
dalamnya berkaitan urusan ekonomi, sosial dan kondisi lainnya di daerah. “Jangan
melihat karena IDI hanya sebagai urusan politik saja, tapi harus diperhatikan
oleh semua pihak karena berhubungan dengan daerah,” tegas pria asal Sila Bima
ini.
Disebutkannya,
berdasarkan data BPS, IDI NTB pada tahun 2017 menempati urutan ke-11 dari 34 provinsi,
pada tahun 2018 turun meleset pada posisi ke-18. “Kondisi ini memprihatinkan,
maka harus disikapi dengan serius,” katanya.
Menurutnya,
Pemrov NTB melalui Bakesnamgpol ersama semua pihak harus serius mendongkrak
nilai IDI sampai kategori baik. Langkah bersama dan sinergi membangun IDI harus
dengan komitmen bersama semua pihak, baik pemerintah, masyarakat dan partai
politik.
Sebelumnya,
Kepala Bidang dan Statistik Sosial (Kabidsos) BPS Provinsi NTB, Arrief Chandra
mengakui, berdasarkan laporan dan data BPS bahwa IDI NTB tahun 2018 mengalami
kemunduran. Penyebabnya ada beberapa aspek yaitu indeks aspek kebebasan sipil
pada 2018 sebesar 78,28 turun 1,12 poin dibanding 2017 dan masuk kategori
sedang.
Selain itu, indeks
aspek hak-hak politik pada tahun 2018 sebesar 62,08, tidak berubah dibanding
2017 dan masuk kategori sedang. indeks aspek lembaga demokrasi pada tahun 2018
sebesar 86,11, turun 7,87 poin dibandingkan 2017 yang masuk kategori baik.
Menurut
Arrief, aspek kebebasan sipil turun poinnya, karena menurut indikator tersebut pemerintah
daerah masih mengatur kebebasan berkeyamanan masyarakat. Pemda membuat Perda
tentang pelaksanaan berkaitan dengan ibadah.
“Misalnya
Perda tentang zakat, jumat khusuq. Inilah penyebab IDI kita di NTB turun, kalau
regulasi tersebut dikurangi maka nilai IDI NTB akan naik,” jelas Arif.
Dikatakannya,
pada aspek lembaga demokrasi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak mampu
menelurkan gagasan-gagasan baru untuk Perda inisiatif. Partai Politik yang
masuk dalam indicator penilaian IDI hampir minim melakukan kaderisasi terhadap
anggota Parpolnya.
Demikian juga
birokrasi pemerintah yang kerap melontarkan pernyataan dalam kebebasan
beribadah. Termasuk masih adanya ancaman penggunaan kekerasan dari satu
kelompok terkait ajaran agama turun nilainya.
“Jangankan
Perda, ucapan dari pejabat atau pimpinan daerah menjadi objek penilaian,”
ungkap Kabidsos BPS NTB ini.
Sementara seluruh
indikator dalam Aspek hak-hak politik tidak mengalami perubahan dibandingkan
kondisi tahun 2017. Seperti hak memilih atau dipilih terhambat, kurang fasilitas
sehingga penyandang cacat tidak dapat menggunakan hak pilih, kualitas daftar
pemilih tetap, demonstrasi/mogok yang bersifat kekerasan dan pengaduan masyarakat
mengenai penyelenggaraan pemerintahan.
Sementara itu, Sekda NTB yang diwakili Staf Ahli Gubernur NTB Bidang Ekonomi dan Infrastruktur
Drs H. Lalu Syafii, MM mengajak semua tim Pokja bersama Bakesbangpoldagri
Provinsi NTB untuk meningkatkan kerja sama dan terlibat aktif dalam pelaksanaan
pemanfaatan IDI NTB.
Memberi
masukan penyempurnaan indikator dan metodologi IDI NTB dan melakukan
pengumpulan, pengolahan dan pengelolaan data secara sistematis.
“Bakesbangpoldagri
Provinsi NTB, sebagai leading sektor harus membangun kerja sama dengan semua
pihak, aparat keamanan, lembaga pemerintah lainnya, DPRD, LSM dan masyarakat
dalam upaya meningkatkan IDI NTB,” kata Lalu Syafii di hadapan peserta Rakor.
IDI merupakan
alat ukur obyektif dan empirik terhadap kondisi demokrasi politik provinsi di
Indonesia dan dibangun dengan latar belakang perkembangan sosial politik di
Indonesia.
Metodologi penghitungan IDI menggunakan empat sumber data, yaitu
review surat kabar lokal, dokumen yang terdiri dari Perda, Pergub, dan lainnya,
diskusi terarah dan wawancara mendalam dengan sumber yang berkompeten.
Klasifikasi
tingkat demokrasi dikelompokkan menjadi tiga kategori, yakni baik dengan indeks
> 80, kemudian sedang dengan indeks
60–80, dan buruk dengan indeks< 60. Komponen dalam penilaian IDI terdiri
dari tiga aspek, 11 variabel dan 28 indikator. [MF]