Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, Siti Nurbaya Bakar Menyampaikan Sambutan pada Rapat Teknis Nasional di Hotel Aruna Senggigi, Senin (9/3/2020). |
Mataram,
Berita11.com— NTB Zero Waste merupakan program pendukung utama perbaikan
kualitas lingkungan berbasis masyarakat. Sebab melalui program zero waste, NTB berhasil menggerakan pelibatan
masyarakat secara aktif sebagai pelaku utama pengelolaan lingkungan, sekaligus
merasakan manfaatnya.
Hal tersebut
disampaikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK- RI), Siti Nurbaya
Bakar dalam rapat kerja teknis nasional di Hotel Aruna Senggigi, Senin ( 9/3/2020).
Ia mengapresi
langkah Pemerintah Provinsi NTB yang konsen mengembangkan bank sampah dan
bekerja sama dengan Indonesian Power mengolah sampah menjadi pellet sebagai
sumber energi baru. Karena dengan program tersebut, tidak saja persoalan sampah
dapat tertangani dengan baik, tetapi juga kualitas lingkungan dapat
ditingkatkan, sekaligus memberi manfaat pada pemberdayaan ekonomi masyarakat
melalui pengembangan teknologi dan industri pengolahan sampah.
“Ini
teknologi pertama di indonesia yang sudah dikerjakan oleh masyarakat dan
pemerintah NTB,” tegasnya.
Karena kunci
utama dari keberhasilan program lingkungan, menurut Siti Nurbaja, mengajak
masyarakat mau peduli terhadap lingkungan tapi pada saat yang sama memberikan
manfaat secara sosial ekonomi.
Dalam rapat
kerja yang membahas tentang pengendalian pencemaran lingkungan dan kerusakan
lingkungan, Nurbaja menyebut program zero waste dan NTB Hijau yang
dilaksanakan di NTB belum tentu ada di
daerah lain. Oleh karena itu, upaya pemerintah pusat dalam hal pemulihan
lingkungan yang bersandar pada indeks kualitas lingkungan hidup dalam indicator
kualitas udara, kualitas air, kualitas lahan dan kualitas air laut harus
ditingkatkan.
Salah satu
carannya, kata Nurbaja adalah dengan pengelolaan sampah yang baik dan
konservasi lingkungan rusak seperti penghijauan dan lainnya.
Wakil
Gubernur NTB, Hj Sitti Rohmi Djalillah mengatakan, NTB kini terus berjuang
untuk lingkungan yang lebih baik. Secara angka, indeks kualitas lingkungan NTB,
kata Umi Rohmi sapaanya, berkategori baik dan terus bersinergi dengan semua
pihak untuk capaian sangat baik.
Ditargetkan,
program Zero Waste pada 2023 akan dapat mengelola 70 persen sampah dan
mengurangi sampah hingga 30 persen dari produksi sampah per hari sebanyak 300
ton.
Ia mengapresiasi
dukungan pemerintah kabupatendan kota, utamanya dukungan dari 995 desa di NTB
yang hampir seluruhnya menganggarkan pengelolaan sampah melalui dana desa,
sebagai langkah pengelolaan sampah dari hulu.
Umi Rohmi
juga sempat menyinggung program penghijauan di NTB yang akan menyasar 400 desa
di sekitar hutan, sehingga ditargetkan 2.000 hektar lahan gundul dapat
dipulihkan atau dihijaukan kembali pada 2023 mendatang.
Berdasarkan
data lingkungan hidup dan kehutanan NTB, indeks kualitas udara (87,17), indeks
kualitas air (74,63), indeks kualitas lahan (66,56) dan indeks kualitas
lingkungan hidup (75,16).
Direktur
Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RM Karliansyah menyebutkan bahwa saat ini
pihaknya telah memiliki infrastruktur pemantauan kualitas lingkungan (media
center) sebanyak 47 stasiun online di sejumlah titik di Indonesia.
Peralatan
tersebut, kata Karliansyah berfungsi sebagai
alat untuk memantau kualitas air dan udara. Juga memiliki 10 ribu lebih
stasiun untuk pemantauan limbah industri
dan air limbah di lahan gambut.
Adapula 95
titik bekas tambang yang telah dipulihkan serta pemulihan lingkungan air laut,
terumbu karang termasuk pencemaran tumpahan minyak dan lainnya.
Karliansyah juga
menjelaskan keberadaan sekitar 7.011 perusahaan yang telah mendaftar dan
dipantau tingkat ketaatan pengendalian lingkungannya.
Menurutnya,
Kementerian LHK juga telah membangun 517 unit instalasi air pengelola limbah,
biogas serta pemulihan sempadan sungai dan normalisasi sungai dalam bentuk
kegiatan bersih sungai, bersih pantai dan penanaman mangrove di pesisir pantai.
Kegiatan rapat
teknis yang dihadiri 258 peserta terdiri dari perwakilan 125 kabupaten dan kota,
perwakilan perusahaan dan aktivis lingkungan juga menandatangani nota
kesepahaman pengendalian pencemaran antara pemerintah pusat, dunia usaha dan
pemerintah daerah yang diwakili di antaranya Gorontalo, Sulbar, Papua, Kota Kendari, Kota Ambon dan Mamuju. [B-24/*]