Bima,
Berita11.com— Kendati baru belasan tahun berdiri, kampus Sekolah Tinggi
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Taman Siswa Bima (STKIP TSB) mencatat kiprah yang
luar biasa. Bahkan hingga level internasional.
Program demi
program terus dihasilkan dari kampus merah— sebutan untuk STKP TSB, dalam menggenjot
target. Tidak hanya dalam negeri, di luar negeri aktivitas kampus yang baru
berusia belasan tahun ini berhasil mencuri perhatian, termasuk PICOMS Malaysia
yang mengancungkan jempol.
Hal diungkapkan
Kepala Urusan Internasional (KUI) STKIP Tamsis Bima, Ramli M.Pd saat
menyampaikan kultum salat Zuhur di Masjid Sudirman, Selasa (10/2/2020).
“Waktu
kegiatan, meski keadaan kampus kita masih baru, tapi mereka (PICOMS Malaysia,
red) mengancungkan jempol. Karena, meski umurnya baru belasan tahun, tapi
gaungnya sudah sampai internasional,” ujar Ramli.
Saat kegiaatan
di PICOMS Malaysia, Ramli mengaku menjadi sosok yang cerewet, meminta
keikutsertaannya pada sejumlah acara yang dihelat. Hal itu dilakukan Ramli agar
bisa berpartisipasi dan menggali banyak pengetahuan untuk dibawa pulang.
“Karena hanya
satu fakultas yang serupa dengan kampus kita, maka saya harus meminta andil
dalam kegiatan kegiatan. Barangkali, saya adalah sosok yang paling sering
meminta untuk ikut kegiatan di grup WA itu,” kata Ramli dikutip Humas STKIP
TSB.
Ramli mengaku,
menjadi sosok cerewek demi mendapatkan banyak pengalaman. “Kami ingin diberikan
kegiatan yang lebih banyak. Untuk layanan, sangat diprioritaskan,” ujarnya.
Ia mengatakan,
selama 15 hari di Malaysia, tim kampus merah didosorkan agenda padat. Waktu
longgar yang dirasanya hanya pada hari pertama dan terakhir. Selama dua pekan, ia
menyimpulkan tiga point inti dari budaya kampus di Malaysia.
“Pertama,
begitu datang ke sana kami salud pada tingginya kesadaran civitas akademika.
Baik dosen.maupun mahasiswa sangat sadar terhadap lingkungan dan telah menjadi
kebudayaan. Selama di sana (PICOMS Malaysia, red), kami tidak melihat adanya
tukang bersih-bersih di sana,” katanya.
“Ternyata,
belakangan kami tahu jika civitas akademika yang ikut menjaga kebersihan,” lanjutnya.
Budaya lain sejumlah
kampus di Malaysia yang ditangkap tim kampus merah yaitu saling mengapresiasi
dan mendukung (support). Poin tersebut membuat dirinya kaget, karena memiliki
sebuah tradisi dan cara yang baik untuk mendukung satu sama lain.
“Ketiga
adalah masalah admistrasi. Di Indonesia pada umumnya, jika bisa akan diurus
oleh orang dalam. Di sana (Malaysia, Red) tidak memungkinkan untuk dilakukan
cara tersebut. Mereka absolud, tidak bisa mengeluarkan sesuatu jika tidak
disampaikan dalam satu komando,” katanya.
Pesan yang
dingin disampaikannya adalah, berkaitan tingkat kesadaran.
Menurutnya,
kesadaran tidak muncul sendiri, namun harus dilatih atau dibiasakan. Apalagi,
kampus merah tengah mengaungkan tentang kesadaran. Baik literasi, lingkungan
maupun wirausaha. “Kesadaran harus lahir dari dalam diri dan saling support
antara satu sama lain,” katanya.
Meski
memiliki budaya yang maju berkaitan kepatuhan, kampus di Malaysia mengapresiasi
kegiatan kemahasiswaan di Indonesia. Karena, hampir semua kampus di Malaysia
tidak memiliki organisasi kemahasiswaan.
“Mereka tidak
memiliki organisasi kemahasiswaan. Tapi, mereka saling support (dukung) dan
fasilitas yang disediakan terpakai dengan sangat optimal,” katanya.
Terakhir
cerita Ramli, masalah admistrasi adalah citra (brand). Misalnya, di sana ada Majelis
Permusyarahan Belajar (MPB). “Karenanya, kami meminta pada BEM REMA untuk
berbagi sedikit pengetahuan yang didapat di sana,” harapnya. [B-25/*]