Ilustrasi Money Politics. Istimewah. |
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bima mengajak masyarakat Kota Bima agar tidak menerima uang dari calon kepala daerah, calon wakil kepala daerah maupun dari calon legislator saat masa kampanye.
Ketua MUI Kota Bima, TGH M Saleh Ismail mengatakan, calon kepala daerah, calon wakil kepala daerah maupun calon legislator memberi uang dan masyarakat yang menerima pemberian dari kontestan Pemilu sama-sama berdosa. Karena pemberian selama menjelang dan ketika masa kampanye sama saja dengan praktik suap menyuap.
Dalam Islam ketentuan itu sudah sangat jelas bahwa suap menyuap dilarang (haram) dan dikategorikan perbuatan dosa.
Menurut TGH M Saleh Ismail, praktik pemberian uang dan kondisi masyarakat yang senang menerima uang pemberian dari para calon kepala daerah dan legislator hanya akan menghadirkan pemimpin yang bermental korupsi. Karena sudah pasti jika terpilih akan memikirkan cara mengembalikan biaya (cost politisc) yang dikeluarkan selama menjelang dan ketika masa kampanye.
Hadirnya pemimpin yang korupsi karena memikirkan cara mengembalikan biaya selama masa kampanye merupakan bencana bagi masyarakat.
“Kalau bagi-bagi uang money politics, nggak boleh karena itu dilarang. Penyogok dan yang menerima sogok sama-sama dosa. Maka saya bilang ke dai-dai tadi agar bicara masalah itu supaya masyarakat tidak akan terjerumus perbuatan yang tidak baik, yang haram itu. Kan sudah jelas haram,” kata TGH M Saleh di Sekretariat MUI Kota Bima, Selasa (28/11/2017).
Ulama senior di Kota Bima ini juga menilai bahwa pemberian bantuan kepada masyarakat ketika menjelang kampanye dan saat kampanye merupakan bagian dari praktik suap-menyuap yang dilarang dalam Islam.
Hal itu sama dosanya dengan yang menerima pemberian itu. Apalagi banyak fenomena masyarakat menerima pemberian dari setiap pasangan calon. “Kalau bantuan, bantuan pas dia mau (jadi Wali Kota atau Wakil Wali Kota) itu tidak tepat waktunya. Efeknya yang menerima akan menerima dosa, yang memberi juga. Karena kalau dia menyuap maka dia akan berpikir agar uang yang dia kasi kembali sehingga lahirlah pemimpin yang korup,” katanya.
TGH M Saleh berharap masyarakat Kota Bima memilih pemimpin yang baik, yang Islami. Pemimpin yang bisa melaksanakan Islam secara kaffah.
“Kita tidak memihak kemana-mana kalau majelis ulama itu. Kita hanya meminta kepada masyarakat untuk memilih dengan hati nuraninya. Memilih pemimpin yang islami, yang amanah, yang jujur, yang bisa memberikan kesejahteraan kepada masyarakat. itulah intinya, bagaimana masyarakat ini sejahtera lahir dan batin. Dia (pemimin) melaksanakan tugas secara islami,” tandas HM Saleh. (US)